Jumat, 19 Februari 2010

diagnosis kesulitan belajar matematika

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
A. PENGERTIAN MATEMATIKA
Pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh tim
penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa disebutkan bahwa
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan.1
Dalam buku Metodek Matematika, yang diterbitkan oleh Bagian Proyek
Pengembangan Mutu Pendidikan Guru Agama Islam disebutkan bahwa
matematika merupakan suatu pengetahuan yang di peroleh melalui belajar baik
yang berkenaan dengan jumlah, ukuran-ukuran, perhitungan dan sebagainya yang
dinyatakan dengan angka-angka atau simbol- simbol tertentu.2
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas dapatlah
disimpulkan bahwa Matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlahjumlah
yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang
dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol.
Banyak orang yang mempertukarkan antara Matematika dengan
Aritmatika atau berhitung. Padahal, matematika memiliki cakupan yang lebih luas
1Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta :
Balai Pustaka, 1991),h. 637.
dari pada aritmatika. Aritmatika merupakan bagian dari Matematika. Dari
berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang
studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan
belajar dan lebih- lebih yang mempunyai kesulitan dalam belajarnya.
Menurut Johnson dan Myklebust (1967:244), Matematika adalah simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan
keruangan yaitu menunjukan kemampuan strategi dalam merumuskan ,
menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah,
sedangkan fungsi teoritisnya untuk memudahkan berfikir. Dalam hal ini
menunjukan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, mengkominikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, grafik, atau diagram untuk menjelaskan keadaan
atau masalah.
Menurut Paling, matematika adalah suatu cara untuk menemukan suatu
jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan
pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan
dalam manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan- hubungan.
Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
menemukan jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya, manusia menggunakan:
1. Informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi
2. Pengetahuan tentang bilangan, bentuk dan ukuran
3. Kemampuan untuk menghitung
4. kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubunganhubungan
11
Dari berbagai pendapat tentang hakikat matematika yang telah
dikemukakan menunjukkan bahwa secara kontemporer pandangan tentang hakikat
matematika lebih ditekankan pada metodenya dari pada pokok persoalan
matematika itu sendiri.3
B. PENGAJARAN MATEMATIKA DI MADRASAH ALIYAH
Pengajaran matematika adalah proses membantu siswa mempelajari
matematika dengan menggunakan perencanaan yang tepat, mewujudkannya
sesuai kondisi yang tepat pula sehingga tercapai hasil yang memuaskan. Hasil
tersebut merupakan tujuan yang telah dirumuskan yang merupakan akibat dari
interaksi antara guru yang mengajar dan murid yang belajar matematika.4
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika secara tuntas guru harus
bisa merencanakan pembelajaran dengan tepat, mewujudkannya dalam kondisi
yang tepat, metode mengajar yang tepat, serta didukung oleh media pembelajaran
yang tepat pula.
Pendekatan dan strategi pembelajaran hendaknya mengikuti kaidah
pedagogi secara umum, yaitu pembelajaran diawali dari kongkret ke abstrak, dari
sederhana kekompleks, dari yang mudah kesulit dengan menggunakan berbagai
sumber belajar. Belajar akan bermakna bagi peserta didik apabila mereka aktif
dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri
pengetahuannya. Dengan demikian, suatu rumus, konsep atau prinsip dalam
matematika, seyogyanya dapat ditemukan oleh peserta didik dengan bimbingan
guru. Pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik untuk menemukan
kembali membuat mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan
sesuatu. Secara khusus, pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika. Masalah tak harus tertutup atau mempunyai solusi
tunggal, tetapi dapat terbuka atau dicoba diselesaikan dengan berbagai cara
misalnya dengan mengumpulkan dan menganalisis data, dengan metode cobacoba
atau dengan cara induktif dan deduktif.
Masalah matematika dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu:
1. Soal mencari (Problem to find), yaitu mencari, menentukan atau
mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan
memberi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang
ditanyakan atau dicari , syarat- syarat yang memenuhi soal, data atau
informasi yang diberikan merupakan bagian terpenting atau pokok dari
sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada
saat awal memecahkan masalah.
2. Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan
apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri
atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan
membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju
kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak
13
benar cukup diberikan contoh penyangkalnya sehingga pernyataan
tersebut menjadi tidak benar.5
Berbagai ketrampilan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah antara lain:
1. Memahami soal: memahami dan mengidentifikasi apa fakta atau informasi
yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan.
2. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan. Misalnya menggambarkan
masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan
aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model
atau kalimat matematika.
3. Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam
menerapkan strategi untuk mendapatkan solusi dan masalah.
4. Menafsirkan solusi: memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban,
masuk akalnya jawaban, dan apakah memberikan pemecahan terhadap
masalah semula.6
Dalam pembelajaran, guru dapat mengkombinasikan berbagai strategi
belajar mengajar di dalam kelas, seperti:
1. Ekspositori dan ceramah, yaitu suatu metode mengajar dalam penyajian
pelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan
secara langsung terhadap siswa. Metode ini tidak efektif sehingga perlu
diimbangi dengan bentuk kegiatan lainnya.
5 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Matematika Madrasah
Aliyah, (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), h. 260.
6 Ibidi, h. 264.
14
2. Penyelidikan atau penemuan sendiri (inquiry), melatih peserta didik untuk
menemukan konsep dan menyelesaikan sendiri berbagai konsep dan
pemecahan masalah matematika, misalnya menyelidiki pola, meyesuaikan
soal dengan berbagai cara memecahkan soal- soal yang dibuat sendiri.
3. Pengelolaan peserta didik, kerja perseorangan mendorong peserta didik
untuk belajar sendiri, kelompok kecil dapat dilakukan dengan bekerja
secara bersama- sama.
4. Penugasan, misalnya memberi tugas kepada peserta didik untuk mencari
sumber informasi keperpustakaan, memproduksi sumber belajar sendiri,
menerapkan sistem kelompok kerja peserta didik dan menata bentuk kelas
yang sesuai.
5. Permainan, yaitu mengenalkan atau menggunakan konsep matematika
melalui berbagai bentuk permainan.7 Metode ini digunakan agar siswa
dalam belajar tidak mengalami kejenuhan.
Setiap madrasah mempunyai ciri khas lingkungan belajar, kelompok
peserta didik, dan orang tua (sebagai anggota masyarakat) yang berbeda-beda.
Untuk itu para guru diharapkan mengenali hal ini untuk bisa menetapkan strategi
pembelajaran, organisasi kelas, dan pemanfaatan sumber belajar yang efektif.
C. PENGERTIAN BELAJAR DAN KESULITAN BELAJAR
Ada beberapa teori yang mengungkapkan pengertian belajar dengan
meninjau dari bermacam-macam sudut,diantaranya menurut Moh. Uzer Usman
7 Ibid, h. 265.
15
dan Lilis Setiawati mengemukakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku atau kecakapan manusia. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa
perubahan dalam kebiasaan, kecakapan atau dalam ketiga aspek yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor.8
Cronbach berpendapat bahwa Learning is shown by change in behavior, as
a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut Dr. Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. 9
Sedangkan Sadirman dalam bukunya mengemukakan tentang pengertian
belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksud belajar adalah usaha
merubah segala aspek organisme dan tingkah laku seseorang.10
Dari beberapa pendapat oleh para ahli tentang pengertian belajar yang
telah dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu kegiatan
atau aktifitas seseorang melalui proses pendidikan dan latihan, sehingga
menimbulkan terjadinya beberapa perubahan dan perkembangan pada dirinya baik
pengetahuan, tingkah laku, dan keterampilan untuk menuju kearah yang lebih
baik.
Dalam proses belajar mengajar disekolah, baik Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, maupun Perguruan Tinggi sering kali ada dijumpai beberapa
siswa/mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Dengan demikian
masalah kesulitan dalam belajar itu sudah merupakan problema umum yang khas
dalam proses pembelajaran11.
Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung
secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang- kadang tidak. Kadang-kadang dapat
dengan cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit.
Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit
mengadakan konsentrasi. Karena setiap individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar
dikalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik/ siswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut kesulitan belajar.12
Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor inteligensi yang
rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor- faktor noninteligensi.
Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan
belajar.13
Disetiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak
didik yang berkesulitan belajar. Setiap kali kesulitan belajar anak didik yang satu
dapat diatasi, tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kesulitan belajar anak didik
yang lain.
Warkitri dkk mengemukakan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang
nampak pada siswa yang ditandai adanya hasil belajar rendah dibanding dengan
prestasi yang dicapai sebelumnya. Jadi, kesulitan belajar itu merupakan suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan- hambatan
tertentu dalam mencapai hasil belajar.14
M. Alisuf Sabri mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah kesukaran
siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran disekolah, kesulitan belajar yang
dihadapi oleh siswa ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan
atau ditugaskan oleh seorang Guru.15
Berhubungan dengan pelajaran matematika, siswa yang mengalami
kesulitan belajar antara lain disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar.
Siswa belum sampai keproses abstraksi dan masih dalam dunia konkret.
Dia belum sampai kepemahaman yang hanya tahu contoh- contoh,
tetapi tidak dapat mendeskripsikannya.
14 Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian Hasil Belajar,(Jakarta : Karunika UT, 1990), h.8
15 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya,1995), h. 88
18
2. Siswa tidak mengerti arti lambang- lambang
Siswa hanya menuliskan/ mengucapkan tanpa dapat menggunakannya.
Akibatnya, semua kalimat matematika menjadi tidak berarti baginya.
3. Siswa tidak dapat memahami asal- usul suatu prinsip
Siswa tahu apa rumusnya dan menggunakannya, tetapi tidak
mengetahui dimana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.
4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
Ketidaksamaan menggunakan operasi dan prosedur terdahulu
berpengaruh kepada pemahaman prosedur lainnya.
5. Ketidaklengkapan pengetahuan
Ketidaklengkapan pengetahuan akan menghambat kemampuan siswa
untuk memecahkan masalah matematika, sementara itu pelajaran terus
berlanjut secara berjenjang.16
D. DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesultan belajar siswa,
guru sangat dianjur untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya
mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan
kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya
seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni
jenis kesulitan belajar siswa.
16 M. Sholeh, Pokok- pokok Pengajaran Matematika di Sekolah, (Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998),h. 39- 40.
19
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorentasikan pada ditemukannya kesulitan belajar
jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.17
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru antara lain
yang cukup terkenal adalah prosedur Weener dan Senf (1982) sebagaimana yang
dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa
ketika mengikuti pelajaran.
2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa, khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3. Mewawancarai orang tua/ wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga
yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui
hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5. Memberikan tes kemampuan inteligensi (IQ) khususnya kepada siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,diagnosis pun
dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1. Keputusan mengenai jenis- jenis kesulitan belajar anak (berat dan
ringannya).
17 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,(Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h.167.
20
2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi penyebab kesulitan
belajar.
3. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
E. FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Banyak sudah para ahli yang mengemukakan faktor- faktor penyebab
kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing- masing. Ada yang
meninjau dari sudut intern anak didik dan ada yang meninjau dari sudut ekstern
anak didik.18
Menurut Muhibbin Syah faktor- faktor anak didik meliputi gangguan atau
kekurangmampuan psiko-fisik anak didik, yaitu sebagai berikut:
1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/inteligensi anak didik.
2. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap.
3. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat- alat indera penglihatan dan pendengaran (mata
dan telinga).
Sedangkan faktor- faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan
kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik,
sebagai berikut:
18 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta,2002), h.201.
21
1. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan
antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh
(slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah
yang buruk, kondisi guru serta alat- alat belajar yang berkualitas
rendah.
Adapun faktor- faktor penyebab kesulitan belajar yang bersifat khusus,
seperti sindrom psikologis berupa Learning Disability (ketidakmampuan belajar).
Sindrom adalah suatu gejala yang timbul sebagai indikator adanya keabnormalan
psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Misalnya: disleksia yaitu
ketidakmampuan dalam belajar membaca, disgrafia yaitu ketidakmampuan
menulis, diskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya menjelaskan faktor
kesulitan belajar dari anak didik meliputi:
1. Faktor anak didik
Anak didik adalah subjek dalam belajar. Dialah yang merasakan langsung
penderitaan akibat kesulitan belajar. Kesulitan belajar yang dialami oleh anak
didik tidak hanya bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan
usaha- usaha tertentu. 19
Faktor penyebab kesulitan belajar anak didik ini adalah:
a. Inteligensi (IQ) yang kurang baik
19 Ibid, h. 203
22
b. Bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang diberikan
oleh guru
c. Aktifitas belajar yang kurang, lebih banyak malas daripada melakukan
aktifitas belajar
d. Kebiasaan belajar yang kurang baik, belajar dengan penguasaan ilmu
pengetahuan pada tingkat hafalan tidak dengan pengertian.
e. Tidak ada motivasi dalam belajar, sehingga materi pelajaran sukar diterima
dan diserap oleh anak didik.
2. Faktor Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan
rumah rehabilitasi anak didik. Sebagai lembaga pendidikan yang besar tentunya
sekolah juga mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan
ketenangan anak didik dalam belajar sangat ditentukan oleh kondisi dan sistem
sosial dalam menyeiakan lingkungan yang kondusif. Bila tidak, sekolah akan ikut
terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik.
Faktor- faktor penyebab kesulitan belajar dari sekolah seperti
a. Pribadi guru yang tidak baik
b. Guru yang tidak berkualitas dalam pengambilan metode yang digunakan
dalam mengajar
c. Suasana sekolah yang kurang mnyenangkan, misalnya bising karena letak
sekolah berdekatan dengan jalan raya
d. Waktu sekolah dan disiplin yang kurang20
20 Ibid, h. 207.
23
e. Perpustakaan belum lengkap dengan buku- buku pelajarannya untuk anak
didik
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam bukunya menjelaskan
bahwa faktor penyebab kesulitan belajar meliputi:
1. Faktor Intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri ) yang meliputi:
a. Faktor fisiologi
1. Karena Sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf
sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima
melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih- lebih sakitnya lama,
sarafnya akan bertambah lemah.
2. Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah
capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang kurang semangat,
pikiran terganggu. Karena hal- hal tersebut maka dalam penerimaan
pelajaran pun kurang karena saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal
memproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisasi baha
pelajaran melalui indranya. Oleh karena itu, seorang guru atau petugas
diagnistik harus meneliti kadar gizi makanan dari anak.
3. Sebab karena cacat
Cacat tubuh dibedakan atas:
a) Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan
dan gangguan psikomotor.
24
b) Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya
dan kakinya.
b. Faktor psikologi
1. Inteligensi
Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Dalam
hubungannya dengan anak didik, hal ini sering dikaitkan dengan berhasil
tidaknya anak dalam belajar di sekolah. Anak yang IQ-nya tinggi dapat
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Semakin tinggi IQ
seseorang akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang
dari 90 tergolong lemah mental (mentally defective).Anak inilah yang
mengalami kesulitan belajar.
2. Bakat
Bakat adalah kemampua potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap individu
mempunyai bakat yang berbeda- beda. Bakat dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya prestasi belajar anak didik. Seseorang akan mudah
mempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus
mempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudah
putus asa, tidak senang. Hal- hal tersebut akan tampak pada anak yang
suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga
nilainya rendah.
25
3. Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul
kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai
dengan bakat nya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengan
kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak
menimbulkan problem pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak
pernah terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan belajar.21
4. Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari,
mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik
tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya
akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar
motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak menyerah, giat
membaca buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka
yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa,
perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering
meninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
2. Faktor ekstern
a. Faktor keluarga
21Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.
83.
26
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Keluarga
juga merupakan salah satu penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk
dalam faktor keluarga ini adalah :
a) Orang tua
Kewajiban dari orang tua adalah mendidik anaknya. Orang tua yang
kurang/ tidak memperhatikan pendidikan anaknya, mungkin acuh tak
acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak- anaknya akan
menjadi penyebab kesulitan belajarnya. Hubungan antara orang tua
dengan anak juga harus harmonis. Karena hal ini juga membantu
keberhasilan dalam belajar mereka.
b) Suasana rumah / keluarga
Suasana rumah yang ramai atau gaduh tidak mungkin membuat anak
akan dapat belajar dengan baik. Anak akan terganggu konsentrasinya,
sehingga sukar untuk belajar. Oleh karena itu suasana rumah harus
dibuat menyenangkan, tentram, damai dan harmonis.
c) Keadaan ekonomi keluarga
Biaya merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan
pendidikan anak. Misalnya untuk membeli peralatan sekolah seperti
buku, pensil dan lain sebagainya. Karena kurangnya biaya maka
pendidikan mereka juga akan terhambat.
b. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu tempat anak- anak dalam menuntut ilmu.
Unsur- unsur yang ada didalamnya pun juga berpengaruh dalam
27
keberhasilan belajar siswa. Diantaranya guru, sarana/ prasarana, kondisi
gedung sekolah, kurikulum yang digunakan, waktu yang kurang
disiplin.22
c. Media massa dan lingkungan sosial
a) Media Massa
Media massa seperti TV, bioskop, tabloid, komik sangat
mempengaruhi proses belajar anak. Semakin seringnya anak
menonton TV/ bioskop, membaca komik dan lain sebagainya
membuat anak akan semakin malas untk belajar.
b) Lingkungan sosial
Lingkungan social seperti teman bergaul, keadaan masyarakat,
pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Hal
ini juga merupakan penyebab anak mengalami kesulitan belajar serta
akan menghambat proses hasil belajar anak.
22 Ibid, h. 91
28

membangun komunikasi matematika siswa

Membangun Komunikasi Matematika Siswa
Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus-rumus, sehingga muncullah anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat dibangun pada pembelajaran matematika. Anggapan ini tentu saja tidak tepat, karena menurut Greenes dan Schulman, komunikasi matematika memiliki peran: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Sejalan dengan itu, Lindquist (dalam Fitrie, 2002: 16) menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial, seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika untuk semua orang.
Bahkan membangun komunikasi matematika menurut National Center Teaching Mathematics (NCTM) memberikan manfaat pada siswa berupa:
1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.
2. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.
3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.
4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.
5. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Aktivitas guru yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa antara lain:
1. Mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa
2. Menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik hati, dan menantang siswa untuk berpikir
3. Meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secara lisan dan tertulis
4. Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi
5. Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika pada siswa
6. Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi (lihat pada langkah ke tiga dan empat: bina ingatan dan beri bintang).

Kamis, 18 Februari 2010

Jumat, 12 Februari 2010

PROPOSAL TESIS RITA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika suatu alat yang ampuh dalam pemecahan berbagai masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika juga dapat melatih kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, kreatif dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir ini, salah satunya dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika, karena matematika memiliki sruktur dan keterkaitan yang kuat serta jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika kita mengharapkan siswa mempunyai pemahaman yang baik tentang matematika.

Matematika merupakan bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah. Untuk itu proses pembelajaran matematika disekolah perlu diarahkan untuk membantu siswa menggunakan daya intelektualnya dalam belajar. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, tentang Standar Isi pada lampirannya menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:



1


1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (dalam Supinah, 2008:32).

Kenyataan yang terjadi pada siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang menunjukan bahwa banyak sekali siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika dan kemampuan matematika yang dimiliki tidak memadai sehingga berbagai kompetensi yang diharapkan tidak dapat tercapai dengan baik dan tidak optimal. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas diatas menuntut siswa memiliki kemampuan yang memadai dan optimal. Hal ini terbukti dari banyaknya siswa yang mendapatkan nilai rendah untuk mata pelajaran ini.

Rumus dengan segala macam perhitungan yang cukup rumit sering menyebabkan siswa menyerah ditengah jalan dan tidak berminat untuk menekuninya. Di samping itu siswa yang berkemampuan tinggi tidak mau berbagi pengetahuan dengan siswa yang berkemampuan rendah, begitupun sebaliknya siswa yang berkemampuan rendah enggan bertanya pada teman yang berkemampuan tinggi. Mereka bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan matematika yang mereka miliki, tidak adanya kerjasama dan saling membantu diantara siswa tersebut hal ini mungkin di karenakan siswa belum terbiasa dengan kelompok belajar dan kurangnya pemahaman siswa akan fungsi kelompok belajar, sehingga mengakibatkan aktivitas belajar siswa rendah, ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan matematika siswa tersebut. Selain itu dalam pembelajaran siswa cendrung menghafal rumus dari pada memahami konsep, sehingga pada saat diberikan latihan siswa kurang mampu menerapkan konsep matematika yang dipelukan. Masih banyak siswa yang bingung menentukan konsep mana yang diperlukan pada suatu soal. Hal ini juga terlihat ketika diberikan soal pemecahan masalah, siswa cendrung menyerah dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut, sehingga latihan dikerjakan asal-asalan.

Pemecahan masalah merupakan kemampuan yang paling penting dalam pembelajaran matematika. Seperti yang ditegaskan dalam Standar Isi 2006 bahwa pemecahan masalah merupakan titik berat (fokus) dalam pembelajaran matematika. Namun aplikasinya dilapangan masih belum nampak. Pada saat diberikan contoh soal pemecahan masalah siswa terlihat mengikuti dengan baik, tetapi pada saat diberikan pertanyaan dan latihan siswa masih belum mampu berpikir sendiri bagaimana memecahkan masalah tersebut. Walaupun diberikan arahan dan bimbingan oleh guru namun siswa masih kurang mampu menerapkan konsep dalam pemecahan masalah tersebut. Sehingga proses untuk mendapatkan seperagkat aturan atau srategi yang memungkinkan siswa dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir pada tingkat yang lebih tinggi kemudian berhasil menemukan sesuatu yang baru sangat sulit untuk digapai siswa. Hal inilah yang belum nampak pada siswa. Dari penjelasan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa kemampuan matematika siswa masih harus ditingkatkan lagi, terutama pemahaman konsep dan pemecahan masalah. Untuk mengatasi masalah di atas berbagai upaya sudah pernah dilakukan diantaranya dengan memaksimalkan perencanaan dan persiapan mengajar, melakukan pengajaran remedial, mendorong dan memotivasi siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu masalah. Namun aktivitas dan kemampuan matematika siswa belum menunjukkan hasil memuaskan.

Hal seperti ini diduga karena kurang tepatnya penulis dalam memilih metode dan cara penyajian materi pelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan masih terpusat pada penulis dan berlangsung monoton, penulis memberikan materi dan contoh soal, siswa mencatat, selanjutnya mengerjakan latihan yang diberikan penulis. Siswa cendrung menjadi pasif dalam pembelajaran yang disebabkan karena siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya. Akibatnya siswa kurang termotivasi dan enggan belajar matematika. Bila keadaan seperti ini dibiarkan, tentu akan dapat berakibat buruk pada siswa, aktivitas dan kemampuan matematika mereka akan tetap rendah. Salah satu buktinya adalah nilai ulangan harian matematika semester I siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang Tahun Pelajaran 2009/2010 seperti pada tabel I.

Tabel 1. Data Hasil Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas VII2 Tahun Pelajaran 2009 / 2010, Semester I.

Jumlah Siswa Yang Memenuhi

Persentase

11 orang

40.74 %

<>

16 orang

59.26 %

Jumlah

27 orang

100 %


Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil belajar matematika kelas VII2 belum sesuai dengan yang diharapkan, sebab nilai rata-rata siswa masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan di SMP Bunda Padang yaitu 60. Untuk mengatasi masalah diatas penulis perlu melaksanakan suatu tindakan dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran dengan memilih strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa.

Strategi belajar aktif (active learning) adalah salah satu strategi yang diyakini dapat mendorong siswa lebih aktif. Strategi belajar aktif terdiri atas 101 tipe diantaranya “Berbagi Pengetahuan secara Aktif”. Metode Berbagi Pengetahuan secara Aktif adalah salah satu metode yang diyakini dapat menjadikan siswa lebih aktif semenjak awal terjadinya proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya. Sebagai mana yang dikemukakan Silberman (2004: 63) tentang pentingnya menjadikan siswa aktif sejak awal, yaitu:

Dalam memulai pelajaran apapun, kita sangat perlu menjadikan siswa aktif semenjak awal. Jika tidak, kemungkinan besar kepasifan siswa akan melekat seperti semen yang butuh lama untuk mengeringkannya.

Strategi ini didesain untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran, menimbulkan minat dan merangsang mereka untuk berpikir. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan fisik dan kesiapan mental siswa dalam mengikuti pelajaran. Pada proses pembelajaran matematika yang baik, siswa harus terlibat aktif baik fisik maupun mental selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa belajar atas kemauannya sendiri misalnya melalui kerja kelompok, pemecahan masalah, diskusi dan saling bertukar ide. Dengan kata lain dalam pembelajaran matematika diharapkan terjadi interaksi, baik interaksi antara siswa itu sendiri maupun dengan guru. Oleh karena itu guru perlu menerapkan pembelajaran yang dapat menarik siswa untuk aktif dan terlibat secara mental sehingga minat belajar siswa akan lebih baik. Untuk menerapkan strategi ini di dalam kelas, peneliti menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan kelompok diskusi. Peneliti menggunakan LKS, dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas dan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar. Sementara dengan pembentukkan kelompok diskusi dalam strategi ini, bertujuan untuk memungkinkan semua siswa mengungkapkan pendapat dan berbagi pengetahuan dengan temannya, sehingga mereka dapat terlibat aktif dan saling bekerja sama.

Berdasarkan uraian diatas, dalam rangka meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan nantinya juga berdampak terhadap kemampuan matematika siswa dalam mata pelajaran matematika di SMP Bunda Padang maka penulis ingin menerapkan Strategi Belajar Aktif Berbagi Pengetahuan secara Aktif supaya kegiatan pembelajaran di dalam kelas tidak hanya didominasi oleh siswa yang pintar saja, tetapi mereka sama-sama dapat saling membantu dan berbagi pengetahuan dalam usahanya memahami materi yang sedang dipelajari. Strategi belajar aktif tipe berbagi pengetahuan secara aktif ini sudah pernah penulis terapkan dikelas, akan tetapi belum melakukannya dengan tersruktur dan belum maksimal. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Aktivitas dan Kemampuan Matematika Siswa Melalui Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif Di Kelas VII2 SMP Bunda Padang”.

B. Identifikasi Masalah

Sehubungan dengan uraian pada latar belakang masalah, maka masalah yang ditemui adalah:

1. Aktivitas belajar siswa rendah

2. Kemampuan matematika siswa belum optimal, terutama kemampuan siswa terhadap pemahaman konsep, dan kemampuan pemecahan masalah

  1. Siswa suka menghafal rumus dari pada memahami konsep.

4. Siswa belum terbiasa dengan kelompok belajar dan lebih suka belajar sendiri

5. Proses pembelajaran terpusat pada guru.

6. Siswa tidak mau berbagi pengetahuan dengan teman-temannya.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis mencoba mengatasi masalah aktivitas belajar siswa dan kemampuan matematika siswa yaitu pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan Srategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif.

D. Rumusan Masalah

Bertolak dari identifikasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa pada kelas VII2 SMP Bunda Padang?

2. Apakah dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelas VII2 SMP Bunda Padang?

3. Apakah dengan menerapkan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas VII2 SMP Bunda Padang?

E. Tujuan Penelitian

Bedasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana aktivitas belajar siswa setelah menggunakan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif

2. Megetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa setelah menggunakan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif

3. Megetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah menggunakan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif

F. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Siswa; yakni dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang dan dapat meningkatkan aktivitas belajarnya.

2. Guru matematika; yakni sebagai bahan masukan bagi guru matematika di SMP Bunda Padang dalam melaksanakan proses belajar mengajar guna meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

  1. Sekolah; yakni dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

4. Penulis; yakni tambahan pengetahuan bagi penulis dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar.

Bicara mengenai pembelajaran, tidak terlepas dari kata belajar. Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberikan pengertian belajar adalah berusaha (berlatih supaya mendapatkan kepandaian). Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan oleh para ahli Hamalik (2003: 36) memberikan pengertian belajar adalah merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil dan tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Menurut Fajar (2002: 10) belajar adalah:

Suatu proses perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang disampaikan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya pikir, sikap, kebiasaan dan lain-lain.

10

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas dalam menyerap informasi dengan melibatkan fisik dan mental. Setelah belajar diharapkan seseorang dapat berfikir, meningkatkan kualitas dan kuantitas tingkah laku.

Untuk terciptanya keaktifan siswa dalam belajar, dalam mengembangkan persiapan mengajar guru perlu mempertimbangkan karakteristik siswa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memudahkan belajar pada siswa menurut Wahab yang dikutip oleh Mulyasa (2005: 85) :

a).Informasi harus disiapkan dengan baik, b) diberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang dekat dengan kehidupan peserta didik, c) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, d) menggunakan sarana dan alat pendukung yang bervariasi, dan e) menggunakan metode yang bervariasi.

Adanya keterlibatan siswa dan guru mempertimbangkan karakteristik siswa secara keseluruhan, maka proses pembelajaran akan mampu menghasilkan perubahan tingkah laku dan menciptakan suasana pembelajaran efektif yang menyenangkan.

2. Aktivitas Belajar

Aktivitas siswa merupakan hal yang sangat penting selama proses pembelajaran berlangsung. Tanpa adanya aktivitas siswa maka tujuan pembelajaran tidak akan dapat tercapai dengan baik. Aktivitas siswa yang muncul selama proses pembelajaran sangat beragam, namun semua itu mempunyai tujuan yang sama yaitu bertujuan untuk mencapai yang terbaik terutama pada kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan lainnya.

Sekolah merupakan sarana untuk mengembangkan aktivitas siswa. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2006: 101) mengemukakan macam-macam kegiatan/aktivitas siswa.

1. Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain

2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi

3. Listening activities, contohnya mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato

4. Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin

5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram

6. Motor activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, model reparasi, bermain, berkebun, beternak

7. Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan

8. Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam pembelajaran matematika aktivitas siswa sangat penting, tidak cukup hanya satu aktivitas saja yang dilakukan siswa, melainkan banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Untuk itu disini diperlukan peranan guru untuk membimbing siswa, dengan cara memilih metode pembelajaran yang cocok untuk siswa agar sebahagian besar aktivitas siswa dapat muncul selama proses pembelajaran. Sehingga aktivitas belajar siswa dapat memberikan perubahan dalam pengetahuan berupa peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah ,serta keterampilan dan nilai sikap siswa.

Karena tidak memungkinkan mengamati semua jenis aktivitas, maka dalam penelitian ini aktivitas yang akan peneliti amati sebagai berikut ini:

Tabel 2. Aktivitas siswa yang diamati

Jenis Aktivitas

Indikator

Aktivitas Siswa

Oral activities

1.Bertanya pada anggota kelompok saat diskusi mengisi LKS

· Siswa bertanya pada anggota kelompok ketika mengisi LKS

2.Berbagi pengetahuan dengan teman yang tidak mengerti

· Siswa berbagi pengetahuan dengan teman sekelompok

· Siswa berbagi pengetahuan dengan kelompok lain

3.Mengajukan pertayaan

· Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran setelah presentasi berlagsung

4.Menjawab atau menanggapi pertanyaan setelah presentasi

· Siswa yang menjawab atau menaggapi pertanyaan setelah presentasi

Visual activities

5.Memperhatikan penjelasan guru

· Siswa yang memperhatikan saat guru menjelaskan materi setelah diskusi dan presentasi selesai dilaksanakan

Mental activities

6.Menyimpulkan Materi pelajaran

· Siswa yang mampu menyimpulkan materi pelajaran pada saat pembelajaran berakhir

Pada proses pembelajaran, aktivitas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling mendukung. Agar siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik, seluruh aktivitas siswa harus dipacu dan diarahkan.

Pada pembelajaran matematika aktivitas merupakan suatu hal yang penting, karena aktivitas dapat membantu siswa dalam pembentukan konsep, mengemukakan pendapat, serta menjawab pertanyaan guru secara lisan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gagne dalam Suherman (2003: 33) yang mengelompokkan belajar menjadi delapan tipe yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan dan pemecahan masalah.

3. Kemampuan Matematika

Dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006, tentang Standar Isi dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika meliputi: a) pemahaman konsep; b) kemampuan pemecahan masalah; c) kemampuan komunikasi matematika; d) kemampuan bernalar dan berpikir kritis dan kreatif. Dalam hal ini fokus penelitian hanya pada pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah.

a. Pemahaman Konsep Matematika

Mata pelajaran matematika sebagai bagian dari bidang sains, menuntut kompetensi belajar pada ranah pemahaman tingkat tinggi yang komprehensif. Namun, dalam kenyataan saat ini siswa cendrung menghafal daripada memahami, padahal pemahaman merupakan modal dasar bagi penguasaan selanjutnya. Menurut Gardner (dalam Made Wena, 2009: 67) “siswa dikatakan memahami apabila ia dapat menunjukkan unjuk kerja pemahaman tersebut pada tingkat kemampuan yang lebih tinggi, baik pada konteks yang sama maupun pada konteks yang berbeda”.

Pemahaman merupakan perangkat standar program pendidikan yang merefleksikan kompetensi sehingga dapat menghatarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan (Made Wena, 2009). Dengan demikian pemahaman merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam belajar matematika.

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Menurut Zacks dan Tversky “konsep adalah kategori-kategori yang mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan property umum”, sedangkan menurut Hahn dan Ramscar “konsep adalah elemen dari kognisi yang membantu menyederhanakan dan meringkas informasi” (dalam Jonh W. Santrock terjemahan Tri Wibowo B.S., 2008: 352). Jadi siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Dengan demikian apabila siswa tidak mempunyai konsep maka siswa akan kesulitan merumuskan proplem yang sepele bahkan tidak bisa memecahkannya.

Herman Hudoyo (1988: 153), menyatakan bahwa pembelajaran matematika itu memerlukan pemahaman terhadap konsep-konsep. Konsep-konsep akan melahirkan teorema atau rumus. Agar konsep-konsep dan teorema-teorema itu dapat di aplikasikan ke situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep atau teorema-teorema tersebut. Oleh karena itu pembelajaran matematika itu berkisar tentang bagaimana konsep, teorema dan keterampilan.

Pemahaman konsep adalah aspek kunci pembelajaran. Salah satu tujuan pengajaran yang penting adalah membantu siswa memahami konsep utama dalam suatu subjek, bukan sekedar mengingat fakta yang terpisah-pisah. Dalam banyak kasus, pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu murid mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi mereka contoh yang tepat dari suatu konsep. Menurut Jonh W. Santrock (terjemahan Tri Wibowo B.S., 2008) bahwa konsep membantu siswa menyederhanakan dan meringkas informasi, dan meningkatkan efisiensi memori, komunikasi, dan penggunaan waktu. Siswa membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan objek atau kejadian dalam dunia nyata, dan siswa juga membentuk konsep melalui pengalaman dalam bentuk simbol, misalnya matematika dengan grafik atau simbol.

Salah satu aspek penting agar siswa paham dengan konsep adalah mendefinisikan secara jelas dan memberikan contoh yang cermat. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Tennyson dan Cocchiarella (dalam John W. Santrock terjemahan Tri Wibowo B.S.,2008: 353) bahwa strategi contoh aturan adalah salah satu cara yang efektif dengan langkah sebagai berikut: 1) mendefinisikan konsep; 2) jelaskan istilah-istilah dalam definisi konsep; 3) beri contoh untuk mengilustrasikan ciri utamanya; 4) memberi contoh tambahan.

Sumarmo (2003) mengatakan ada beberapa indikator pada pemahaman konsep matematika, diantaranya:

1. Pemahaman mekanikal, instrumental, komputasional, dan knowing how to; melakukan perhitungan rutin, algoritma dan menerapkan rumus pada kasus serupa.

2. Pemahaman rasional, relasional, fungsional, dan knowing how to; membuktikan kebenaran, mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, mengerjakan kegiatan matematika secara sadar, dan memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu.

Selain itu Russeffendi (1988) mengatakan bahwa dalam hal tertentu belajar pembentukan konsep agar siswa paham dengan konsep tersebut merupakan lawan dari belajar membedakan.

Agar pemahaman akan konsep-konsep matematika dapat dipahami siswa lebih mendasar, Lisnawaty (1993: 73) mengatakan dapat dilakukan dengan pendekatan diantaranya:

1. Dalam pembelajaran siswa menggunakan benda-benda kongkrit dan membuat abstraksinya dari konsep-konsepnya,

2. Materi yang diberikan berhubungan atau berkaitan dengan yang sudah dipelajari,

3. Mengubah suasana abstrak dengan menggunakan simbol, dan

4. Matematika adalah ilmu seni kreatif karena itu pembelajarannya sebagai ilmu seni.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika sangat diperlukan sebagai dasar utama dari pembelajaran matematika.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa merupakan perubahan kemampuan kognitif siswa yang dilihat dari banyaknya soal permasalahan matematika yang dapat diselesaikan dengan benar. Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masalah matematika terbuka.

Dalam pemecahan masalah tertutup, siswa hanya memerlukan penggunaan keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) sehingga kurang menuntut kemampuan berpikir kreatif, produktif dan pemecahan masalah (problem solving). Sedangkan siswa yang harus mempunyai kemampuan mengenal dan mengerti bermacam bentuk informasi berkaitan dengan masalah matematika terbuka. Secara konseptual, masalah terbuka dalam matematika adalah masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi tersebut.

Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Menurut Mulyono Abdurrahman (2003: 254) “dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda”.

Hasil dari rekomendasi NTCM (dalam Max A. Sobel dan Evan M. Malesky terjemahan Suryono, 2004: 60) bahwa pemecahan masalah oleh guru matematika seharusnya menjadi fokus utama dari kurikulum matematika.

Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari pada itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir (Gagne dalam Made Wena, 2009: 52). Jadi, hakekat pemecahan masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai seorang pemula memecahkan suatu masalah.

Adapun beberapa strategi yang sering digunakan dalam pemecahan masalah menurut Polya dan Pasmep (dalam Fadjar Shadiq, 2004: 17-18) adalah mencoba-coba, membuat diagram, mencobakan pada soal yang lebih sederhana, membuat tabel, menemukan pola, memecah tujuan, memperhitungkan setiap kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari belakang, dan mengabaikan hal yang tidak mungkin.

Sumarmo (2003) mengatakan ada beberapa indikator pada pemecahan masalah, diantaranya:

a) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang dinyatakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan

b) Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika

c) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika

d) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, dan

e) Menggunakan matematika secara bermakna

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan (Suharsono dalam Made Wena, 2009: 52).

Berkenaan dengan apa yang didapatkan siswa dari melakukan suatu pemecahan masalah, Hudoyo (1979: 165) mengatakan bahwa:

Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pembelajaran matematika, sebab:

a) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya

b) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, merupakan masalah intrinsic bagi siswa

c) Potensi intelektual siswa meningkat

d) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan melalui proses melakukan penemuan tersebut

Menurut Dodson dan Hollander (dalam Wono Setya Budhi, 2003:3) kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan pada siswa adalah sebagai berikut:

a) Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika,

b) Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi,

c) Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar,

d) Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan,

e) Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa,

f) Kemampuan untuk memvisualisasi dan mengiterpretasi kuantitas atau ruang,

g) Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh,

h) Kemampuan untuk mengganti metoda yang telah diketahui, dan

i) Mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika dianggap sebagai standar kemampuan yang harus dimiliki para siswa setelah menyelesaikan suatu pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan target pembelajaran matematika yang sangat berguna bagi peserta didik.

4. Strategi Belajar Aktif

Belajar aktif (active learning) merupakan belajar yang memaksimalkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai macam sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas, sehingga siswa dapat berbagi pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan, tapi juga kemampuan analitis dan sintetis. Belajar aktif sebagai suatu metode dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif menuju belajar mandiri. Siswa dan guru dalam belajar aktif sama-sama berperan untuk menciptakan suatu pengalaman belajar yang bermakna dimana selama proses pembelajaran berlangsung siswa dapat beraktifitas, bergerak dan melakukan sesuatu dengan aktif, baik secara fisik maupun mental. Silberman (2004: 1) mengemukakan bahwa:

Agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak... mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat, dan penuh gairah.

Agar belajar menjadi aktif, siswa harus menggunakan seluruh kemampuannya untuk mengkaji gagasan, memecahkan masalah yang diberikan dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif menuntut siswa untuk bersemangat, gesit, menyenangkan dan penuh gairah sehingga siswa merasa lebih leluasa dalam berpikir dan beraktivitas. Siswa tidak hanya sekedar mendengarkan informasi dari guru, akan tetapi juga melihat apa yang dijelaskan oleh guru, selanjutnya siswa mendiskusikan apa yang mereka pahami dan terakhir dari kegiatan siswa adalah mengungkapkan kembali apa yang telah mereka dapatkan sehingga sangat memungkinkan bagi siswa untuk saling berbagi informasi.

Siswa dikatakan aktif, jika selama proses pembelajaran siswa dapat melakukan sesuatu yang aktif. Suryosubroto (1997: 7) menyatakan bahwa: Keaktifan siswa dapat dilihat dari:

1) Berbuat sesuatu untuk memahami materi pembelajaran dengan penuh keyakinan.

2) Mempelajari, mengalami dan menemukan sendiri bagaimana memperoleh situasi pengetahuan.

3) Merasakan sendiri bagaimana tugas-tugas guru yang di berikan kepadanya.

4) Belajar dalam kelompok.

5) Mencobakan sendiri konsep-konsep tertentu.

6) Mengkomunikasikan hasil pikiran, penemuan dan penghayatan nilai-nilai secara lisan atau penampilan.

Dari kegiatan yang dilakukan guru dan siswa, maka dalam belajar aktif guru sebagai fasilitator dan motivator, memberikan bantuan dan dorongan kepada siswa sedangkan yang harus aktif selama proses pembelajaran berlangsung adalah siswa sendiri.

5. Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif

Pembelajaran tipe berbagi pengetahuan secara aktif merupakan salah satu strategi belajar aktif yang dikembangkan oleh Silberman. Pembelajaran aktif tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif merupakan salah satu cara untuk mengenalkan materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan menggunakan strategi ini guru dapat mengukur atau menilai tingkat kemampuan, pengetahuan dan pengalaman siswa, melalui strategi ini diharapkan siswa akan lebih aktif dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Silberman (2004: 63) menyatakan bahwa dalam saat-saat awal dari kegiatan belajar aktif, ada 3 tujuan penting yang harus dicapai, yakni: 1. Pembentukan tim, 2. Penilaian sederhana, 3). Keterlibatan belajar langsung. Jika ketiga tujuan tersebut dapat tercapai, maka hal ini akan sangat membantu dalam menciptakan lingkungan belajar yang melibatkan siswa dan meningkatkan keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Dalam pelaksanaan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif, siswa diberikan lembaran yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang materi yang diajarkan berbentuk LKS. Pertanyaan tersebut disusun secara sistematis dari pertanyaan yang mudah hingga pertanyaan yang agak rumit. Siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut semampu mereka dalam batas waktu yang telah ditentukan.

Adapun langkah-langkah dari Pembelajaran Berbagi Pengetahuan secara Aktif yang dikemukakan oleh Silberman (2004: 104) adalah sebagai berikut :

1) Sediakan daftar pertanyaan yang terkait dengan materi pembelajaran yang akan anda ajarkan. Anda dapat menyertakan beberapa atau semua dari kategori-kategori berikut ini:

· Kata-kata untuk didefenisikan

· Pertanyaan pilihan ganda memakai fakta atau konsep

· Kalimat tidak lengkap

2) Perintahkan siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sebaik yang mereka bisa.

3) Kemudian perintahkan mereka untuk menyebar didalam ruangan, mencari siswa yang dapat menjawab pertanyaan yang mereka sendiri tidak tahu cara menjawabnya. Doronglah siswa untuk saling membantu.

4) Perintahkan mereka untuk kembali ke tempat semula dan bahaslah jawaban yang mereka dapatkan. Isilah jawaban yang tak satupun siswa bisa menjawabnya. Gunakan informasi ini sebagai cara untuk memperkenalkan topik-topik penting dalam mata pelajaran Anda.

Variasi:

Berikan satu lembar kartu indeks kepada tiap siswa. Perintahkan mereka untuk menuliskan satu informasi yang menurut mereka akurat tentang materi yang diajarkan. Suruhlah mereka untuk berpencar didalam kelas, berbagi pendapat tentang apa yang mereka tuliskan pada kartu tersebut. Doronglah mereka untuk menuliskan informasi baru yang dikumpulkan oleh siswa lain.

Dalam tahap pelaksanaannya di dalam kelas, peneliti memodifikasi langkah-langkah pembelajaran aktif melalui strategi berbagi pengetahuan secara aktif sebagai berikut:

1. Menggunakan Lembar Kerja Siswa

2. LKS dikerjakan dalam kelompok dengan waktu yang telah ditetapkan guru.

3. Satu orang perwakilan kelompok menyebar di dalam kelas, untuk mencari dan melengkapi jawaban yang belum terisi. Kelompok yang mengetahui jawabannya berbagi pengetahuan dengan anggota kelompok lain. Hal ini bertujuan agar siswa bisa saling berbagi pengetahuan mengenai jawaban LKS

4. Perwakilan kelompok yang telah mendapatkan jawaban, membagi pengetahuan yang didapatnya dari kelompok lain kepada anggota kelompok masing-masing.

5. Salah satu perwakilan kelompok ditunjuk oleh guru secara acak untuk mempresentasikan bagian dari LKS yang telah diisi.

6. Memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya ataupun memberikan masukan mengenai hasil presentasi kelompok yang tampil

7. Untuk bagian selanjutnya, dilakukan seperti langkah sebelumnya dengan menampilkan kelompok selanjutnya.

8. Guru dan siswa mendiskusikan jawaban soal latihan.

9. Guru memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan soal latihan, sambil memberikan penjelasan topik-topik penting pada pertemuan tersebut.

10. Guru memberikan reward untuk kelompok siswa yang terbaik di akhir pembelajaran.

Pembentukkan kelompok diskusi dilakukan berdasarkan heterogenitas kemampuan akademis. Adapun langkah-langkah dari pembentukkan kelompok diskusi tersebut adalah :

1. Mengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademis.

2. Menentukan jumlah anggota diskusi pada masing-masing kelompok. Dalam penelitian ini, setiap kelompok terdiri dari 4 orang.

3. Menentukan anggota-anggota dalam kelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan akademis yang bertingkat, mulai dari yang berkemapuan kognitif tinggi, kemampuan kognitif sedang, dan kemampuan kognitif rendah. Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitif ini dilihat dari nilai ulangan harian dan ujian semester I.

6. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran, bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran matematika. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS bertujuan untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau prinsip.

Menurut Cecep Wijaya yang dikutip oleh Rosman (1992: 26), hal-hal yang perlu ada dalam LKS yaitu:

a. Petunjuk siswa mengenai topik yang dibahas, pengarahan umum dan waktu yang tersedia untuk mengerjakannya.

b. Tujuan pembelajaran berupa tujuan instruksional khusus yang diharapkan diperoleh siswa setelah mereka bekerja dengan LKS tersebut.

c. Alat-alat pelajaran yang digunakan.

d. Pokok materi dan rinciannya.

e. Petunjuk-petunjuk khusus tentang langkah kegiatan yang ditempuh yang diberikan secara terperinci dan berkelanjutan dan diselingi dengan pelaksanaan kegiatan.

Penggunaan LKS dalam penelitian ini bertujuan untuk mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran, membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep, melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses, serta membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Yuli, yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran Aktif dengan Strategi Memberikan Pertanyaan dan Mendapatkan Jawaban pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas VIII SMPN 13 Padang Tahun Pelajaran 2007/2008”.

Pada penelitian ini guru menjelaskan materi pelajaran yang terdapat dalam LKS diiringi dengan tanya jawab dimana guru memberikan pertanyaan terbuka kepada siswa, barulah setelah itu siswa mengerjakan soal latihan. Namun, pada penelitian yang peneliti lakukan, penjelasan materi diberikan setelah siswa menjawab soal latihan dan mendiskusikan jawaban LKS.

C. Kerangka Konseptual

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa diantaranya adalah aktivitas siswa dalam belajar. Namun kenyataan yang terjadi bahwa aktivitas siswa belum dikembangkan secara maksimal dan proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru serta siswa cendrung pasif, akibatnya siswa merasa bosan dan menganggap matematika sebagai mata pelajaran sulit. Belajar aktif adalah salah satu model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa, siswa dipandang sebagai subjek pembelajaran yang harus banyak berperan dalam aktivitas pembelajaran.

Srategi Belajar Aktif Tipe Berbagai Pengetahuan secara Aktif yang dapat mengaktifkan siswa ini diharapkan siswa akan belajar lebih giat, mendengarkan secara aktif, dan berdiskusi dengan siswa lain. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa maka pemahaman siswa akan semakin bertambah, jika pemahaman bertambah kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah juga akan meningkat.

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Penggunaan Strategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang.

2. Penggunaan Srategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang.

3. Penggunaan Srategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif dapat meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Komponen pokok dalam penelitian tindakan kelas yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hubungan keempat konsep tersebut digambarkan dengan diagram berikut ini.

Gambar 1. Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin dalam Arikunto (2008).

Model Kurt Lewin ini bila dicermati pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Untaian-untaian tersebut dipandang sebagai suatu siklus. Oleh karena itu pengertian siklus disini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Banyaknya siklus dalam penelitian tindakan kelas tergantung permasalahan yang perlu dipecahkan.

B. Subjek Penelitian

Siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII2 SMP Bunda Padang semester genap tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 27 orang.

C. Prosedur Penelitian

1. Perencanaan

Pada tahap ini dipersiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian antara lain:

a. Menetapkan mulai dilakukan penelitian

b. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus dan skenario pembelajaran (RPP) dengan menitik beratkan pada srategi belajar aktif tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif.

c. Menentukan kelompok belajar, setiap kelompok beranggota 4 – 5 orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda.

d. Mempersiapkan LKS sesuai dengan materi

e. Merencanakan pemberian latihan (kategori pemahaman konsep dan pemecahan masalah)

f. Mempersiapkan instrument pengumpulan data yaitu lembar observasi

g. Mempersiapkan observer

2. Tindakan

Pelaksanaan pembelajaran terbagi atas beberapa tahap yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Prosedur yang dilakukan pada proses pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan

1. Guru membuka pelajaran dengan apersepsi dan motivasi

2. Guru menyampaikan indikator pembelajaran

b. Kegiatan inti

1. Guru meminta siswa duduk dalam kelompok yang sudah ditentukan.

2. Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok.

3. Guru meminta siswa mengerjakan LKS dalam kelompok masing-masing dan memecahkan masalah dengan membaca buku atau dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya

Berbagi Pengetahuan Secara Aktif

4. Guru meminta kelompok yang menemui kesulitan dalam menjawab LKS mengutus satu orang perwakilan kelompok untuk mencari jawaban LKS kepada kelompok lain yang telah selesai.

5. Kelompok yang telah selasai wajib menjelaskan jawabannya atau membagi pengetahuannya kepada perwakilan kelompok yang bertanya.

6. Perwakilan kelompok yang bertanya wajib menjelaskan kembali jawaban yang sudah didapatkan atau membagi pengetahuannya kepada anggota kelompoknya.

7. Guru meminta beberapa orang siswa mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas dan kelompok lain menanggapi.

8. Guru meluruskan kembali hasil diskusi untuk mendapatkan jawaban yang tepat jika terdapat kesalahan, kemudian memberikan latihan (kategori pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah).

c. Penutup

1. Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran yang sudah dipelajari

2. Guru memberikan tindak lanjut berupa PR kepada siswa untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

3. Pengamatan/observasi

Kegiatan pegamatan dilaksanakan pada saat pembelajaran sedang berlangsung atau bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan, masalah-masalah apa yang menghambat dan mempengaruhi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dalam melakukan pengamatan/observasi dan evaluasi, peneliti dibantu oleh seorang observer yaitu teman sejawat dengan menggunakan lembaran pengamatan untuk memperoleh informasi.

4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis dan evaluasi data yang diperoleh dari hasil observasi/ pengamatan setiap akhir siklus. Pada tahap ini peneliti akan mengetahui apa saja yang sudah dicapai, apa saja yang belum dicapai dan apa saja kelemahan yang harus diperbaiki pada pertemuan berikutnya atau pada siklus berikutnya.

D. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah:

1. Lembar observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dalam menerapkan pembelajaran aktif tipe berbagi pengetahuan secara aktif.

Indikator yang digunakan dalam lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa adalah:

Jenis Aktivitas

Indikator

Aktivitas Siswa

Oral activities

1. Bertanya pada anggota kelompok saat diskusi mengisi LKS

· Siswa bertanya pada anggota kelompok ketika mengisi LKS

2. Berbagi pengetahuan dengan teman yang tidak mengerti

· Siswa berbagi pengetahuan dengan teman sekelompok

· Siswa berbagi pengetahuan dengan kelompok lain

3. Mengajukan pertayaan setelah presentasi berlangsung

· Siswa mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran setelah presentasi berlagsung

4. Menjawab atau menanggapi pertanyaan setelah presentasi

· Menjawab atau menaggapi pertanyaan setelah presentasi

Visual activities

5. Memperhatikan penjelasan guru

· Siswa yang memperhatikan saat guru menjelaskan materi setelah diskusi dan presentasi selesai dilaksanakan

Mental activities

6. Menyimpulkan Materi pelajaran

· Siswa yang mampu menyimpulkan materi pelajaran pada saat pembelajaran berakhir

2. Tes kemampuan matematika siswa

a. Pemahaman konsep matematika siswa

Untuk mengukur pemahaman konsep matematika siswa ini, peneliti memberikan kuis diakhir siklus. Penyusunan soal ini menuntut siswa memberikan jawaban yang menunjukkan pemahaman terhadap konsep matematika yang telah dipelajari. Kuis diberikan dalam bentuk soal esai dengan indikator kemampuan pemahaman konsep

b. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

Kemampuan pemecahan masalah matematika disini diukur dengan memberikan kuis diakhir siklus kepada siswa, dimana soal kuis disusun berdasarkan indikator-indikator pemecahan masalah matematika seperti yang dijelaskan pada Bab II.

E. Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data observasi aktivitas siswa dan data hasil tes kemampuan matematika siswa, yaitu tes kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa. Data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa dianalisis dengan menggunakan rumus berikut ini:

Dimana :

P : persentase aktivitas siswa

F : jumlah siswa yang melakukan aktivitas

N : jumlah siswa yang hadir

Menurut Suharsimi Arikunto (1996;251) interpretasi aktivitas belajar ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 3. Interpretasi Aktivitas Belajar

Persentase aktivitas belajar

Kategori

0 % ≤ P <>

21 % ≤ P <>

41 % ≤ P <>

61 % ≤ P <>

81 % ≤ P <>

Kurang sekali

Kurang

Cukup

Baik

Baik sekali


Data hasil tes kemampuan matematika siswa diukur sesuai dengan standar ketuntasan (KKM) yang telah ditetapkan. Siswa dianggap tuntas apabila siswa mendapat skor 60 ke atas (KKM ≥ 60), baik pemahaman konsep matematika siswa maupun kemampuan pemecahan masalahnya. Dalam menganalisis data untuk menentukan ketercapaian KKM, peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana. NI = Ketuntasan belajar secara individu

T = Skor yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum dari tes.

Siklus akan dihentikan jika jumlah siswa yang telah tuntas mencapai KKM sudah melebihi 80% dari jumlah seluruh siswa. Hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa sebelum penerapan Srategi Belajar Aktif Tipe Berbagi Pengetahuan secara Aktif, dimana jumlah siswa yang tuntas hanya mencapai 40.74%.